Selasa, 03 Maret 2015

KIAI BEJO, KIAI UNTUNG, KIAI HOKI #2


K
ARENA  kecurangan feodal juga kemudian: TKI-TKW, umpamanya, “rakyat yang paling rakyat” lainnya. Kita pandang sebagai faktor noda dan kehinaan sebagai bangsa. TKW kita jadikan suku cadang utama kalimat penghinaan atas diri kita sendiri. Kita nyeletuk dengan hati yang merasa nyaman dan puas: negeri lain mengekspor produk-produk teknologi bergengsi peradaban tinggi, sementara negara kita mengekspor TKI-TKW.

        Dan kita tidak melakukan apapun yang lain kecuali menghina dan merendahkan TKI-TKW, anak-anak kita sendiri. Tidak menolong mereka, tidak membela mereka dalam kasus-kasus mengerikan yang menimpa mereka – sebuah LSM di Jakarta melaporkan sekurang-kurangnya ada 3 juta kasus TKI-TKW kita di luar negeri tanpa satu pun pernah dibereskan oleh pihak yang berkewajiban dan digaji untuk pekerjaan dan upah seumur hidup yang antara lain bertugas melingkupi penanganan nasib TKI-TKW.

       Pekerjaan kita hanya menghina mereka sambil pada saat bersamaan memanfaatkan mereka di rumah tangga kita masing-masing. Kehidupan sehari-hari rumah tangga kita sangat tergantung pada mereka, upah yang kita bayarkan kepada mereka adalah jumlah gaji yang tidak pantas untuk penghidupan manusia, plus bonus penghinaan didalam hati, cara berpikir dan tradisi perilaku budaya kita atas mereka.
      
      Dengan begitu kita adalah serendah-rendahnya dan sehina-hinanya manusia, sehingga karena itu pula maka kita memiliki keperluan untuk menghina mereka. Semakin hina dan rendah jiwa seseorang, semakin tinggi kebutuhannya untuk memperhinakan sesamanya. Memang secara psikologis demikian itulah formula survival kejiwaannya.

     Bahkan kalau mereka pulang ke tanah air, sudah kita persiapkan lembaga dan birokrasi yang khusus melakukan dua pekerjaan hina. Pertama, menyiapkan terminal dan pintu khusus untuk memperhinakan mereka. Kedua, policy untuk memperhinakan diri kita sendiri dengan cara memeras uang jerih payah mereka bekerja hina bertahun-tahun di negeri orang.

     Pemerasan itu berlangsung eskalatif dari tahap ke tahap resmi maupun liar. Dan puncak kehinaan kita adalah memperlakukan para koruptor keluar masuk bandara sebagai rahja, memperlakukan mahasiswa dan pelajar yang membelanjakan uang ke luar negeri sebagai pahlawan, sementara TKI-TKW yang pulang kampung menguras uang dari luar negeri untuk sumbangan besar kepada devisa negara – justru kita injak-injak martabatnya.

.*******.
                
       BANGSA YANG BISA melahirkan generasi demi generasi hina, memilih dan menjunjung presiden dan menteri-menteri hina, mengutus dan menggaji perwakilan-perwakilan hina, sambil menyusu dan memperkerjakan orang-orang yang dihina, menikmati kerja dan makanan anak-anak terhina itu sambil terus memelihara di hati dan otak hinaan-hinaan atas mereka.

  Pada hakikat kenyataan dan kenyataan hakikinya, rakyat adalah ibu bapak sejarah yang kita TKI-TKW-kan sepanjang masa. Rakyat adalah TKI-TKW di genggaman tangan dan dibawah injakan kaki para pemegang tongkat sejarah, baik tongkat kekuasaan politik, modal, wacana dan informasi. Rakyat ditipu terus menerus. Yang dibodohi dari era ke era. Yang dipecundangi dari periode ke periode . Yang namannya disebut, dikomoditikan, diatasnamakan, oleh setiap yang sedang berkepentingan untuk menguasai mereka, kemudian melupakan dan melecehkan mereka begitu kekuasaan itu tergenggam di tangannya.

                Yang tidak pernah digubris hak-hak dasarnya. Yang kemuliaan, posisinya dipakai sebagai mahkota kekuasaan namun dalam praktek pundak mereka ditunggangi dan kepala harkat demokrasi mereka dibenamkan ke bagian bawah rendaman cairan liur teori-teori dan pidato-pidato demokrasi.

Rakyat yang hanya punya satu kegiatan kenegaraan yaitu dikempongi oleh kekuasaan, gigi-gigi kekuatan sejarahnya dibikin rampal sehingga mulut kedaulatannya ompong. Rakyat yang bisa dipukuli kapan saja, dikelabui pagi hari, diakali sore hari, dininabobokan siang hari dan dicuri miliknya malam hari.

.*******.

Monggo di sruput kopi susunya...... 

#Kyai Bejo_Kyai Untung_Kyai Hoki
#EAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar