M
|
odernisasi dan profesional
sepak bola Indonesia tidak sejak semula diberangkatkan dari konsepsi ilmiah dan
matang. Itu menyangkut faktor internal, dari kegamangan ilmu persepakbolaannya
itu sendiri, manajemen dan organisasi globalnya, sampai soal puritanisme dan
ketertutupan kita dari misalnya transfer pemain-pemain asing. Itu sebenarnya,
tindakan antiglobalisasi.
Juga faktor eksternalnya, anda tahu Liga Super Indonesia, pola
persepakbolaan profesional industri, sudah lama berlangsung. Tetapi secara
kualitatif, ia tidak mampu menunjukkan kelebihan kualitatifnya dibandingkan
dengan jaman Galatama dan perserikatan dulu. Bukankah, dulu perserikatan
sesungguhnya adalah puncak bentuk sepakbola paguyuban atau sepak bola kultural,
yang sangat mengandalkan primordialisme kedaerahan? Bahkan kita mengalami
bersama-sama landasan eksistensi klub-klub galatama (dulu), sekarang LSI masih juga berkutat pada unsur emosi
kultural. "Mobilisasi massa" yang dilakukan untuk mendukung klub LSI selama
ini masih sangat mengandalkan faktor-faktor primordialisme yang sebenarnya bukan merupakan ciri-ciri mekanisme
industrial.
Coba anda potret lebih close up : industrialisasi di Indonesia secara
resmi digerakkan oleh kekuatan-kekuatan politik negara. Kepemimpinan kultural
yang erdapat pada masyarakat tradisional digantikan oleh kepemimpnan
institusional dan birokratis.
Indikator lain, terdapat pada makin merambahnya gejala deswastanisasi
atau dekulturalisasi mekanisme olah raga. Olah raga mungkin masih milik
masyarakat, tetapi sudah sangat diurus oleh kepentingan ekonomi dan birokrasi.
Sekarang mungkin anda tidak gampang lagi menyelenggarakan kompetisi sepakbola
antar dusun : panitia anda harus anggota PSSI, harus minta ijin. Kultur sepak
bola pada kehidupan rakyat makin tipis karena dua hal. Pertama, rakyat makin
terserap oleh hiburan yang diproduk oleh 'pusat-pusat globalisasi'. Kedua,
setiap aktivitas rakyat, juga sepak bola, didekati dengan security approach.
Sepak bola kita, dalam kehidupan rakyat
umum, berjalan hanya sejauh memenuhi konsep tekno-birokratis.
Dengan kata lain, sepak bola makin tidak lagi merupakan olah raga
rakyat. Didesa-desa, anak-anak muda hampir sama sekali berhenti mempergaulkan
sepak bola dengan desa-desa lain karena sejumlah kesulitan. Tidak bisa lagi
dengan santai mengundang teman-teman dari desa lain untuk bertanding
memperebutkan KAMBING CUP.
Apalagi Jombang, daerah saya, dewasa ini tampaknya dianggap bukan
lahan bibit sepak bola yang subur, melainkan tenis. Lapangan tenis dibangun di
banyak tempat. Stadion sepak bola kabupaten pun kini dibagi dua sehinga
fungsinya untuk sepak bola berkurang. "Memasyarakatkan olah raga dan
mengolahragakan masyarakat" untuk Jombang agaknya diaksentuasikan ke cabang
tenis entah ada hubungannya dengan sukses Yayuk Basuki atau tidak. Kami di
desa-desa sedang menunggu keputusan pak Bupati untuk mendirikan lapangan tenis di
setiap desa. Tenis, untuk Jombang, sudah dan akan tidak merupakan olah raga
mahal : semua rakyat bisa menikmatinya. Jadi, kalau untuk sepak bola, kami dari Jombang mohon maaf tidak
merintis infrastruktur teknokratis untuk menyumbangkan pemain-pemain nasional
handal.
Sebenarnya, di negara-negara industrial maju seperti Jerman dan Belanda
pun sepak bola bukan lagi olah raga rakyat. Sepak bola adalah urusan sejumlah
pekerja bola yang menjalankan urusan sepak bola dalam konteks profesional: ia
sebuah perusahaan. Hanya saja bedanya, pengelolaan sepak bola ilmiah dan profesionslisme mereka
prima,sementara yang kita jalani masih tanggung. Baik pada tingkat lokal,
regional, dan apalagi nasional sungguh kita memerlukan perundingan menyeluruh
tentang"rasionalisasi dunia persepakbolaan". Kita butuh menerjemahkan
konteks globalisasi, pengilmiahan, industrialiasi dan profesionalisme sepak
bola. Kita sudah terlanjur meninggalkan fase "sepak bola kultural".
Kalau tak kita capai fase "sepak bola industrial" secara ilmiah dan
mendasar, mungkin keadaan kita akan tetap seperti orang "melepas ayam
ditangan, tak tergapai burung di angkasa"
.©[EAN]
SELAMAT BERTANDING TIM-TIM
LIGA SUPER INDONESIA
BERMAINLAH SPORTIF, JAUHI
MAFIA-MAFIA PENGATUR SKOR
KARENA HANYA DI SEPAK BOLA,
semua orang bisa melupakan sumpeknya persoalan negeri ini..
Glory-glory Man. United.....
Hate... Persebaya abal-abal,
#Save_PERSEBAYA_1927
(HJ)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar