Rabu, 11 Maret 2015

POJOK CAK NUN : Surat kepada Kanjeng Nabi (2)

Negarawan Agung
  
Z
AMAN TELAH mengubah kami, kami telah mengubah zaman, namun kualitas percintaan kami kepadamu tidak kunjung meningkat. Kami telah lalui berbagai era perkembangan dan kemajuan, ilmu, pengetahuan dan teknologi kami  semakin dahsyat, namun tak diikuti dahsyatnya perwujudan cinta kami kepadamu.

        Kami semakin pandai, namun kami tidak semakin bersujud. Kami pintar semakin pintar, namun kami tidak semakin berislam. Kami semakin maju, namun kami tidak semakin beriman. Kami semakin berkembang, namun kami tidak semakin berihsan.Sel-sel memuai. Dedaunan memuai. Pohon-pohon memuai. Namun kesadaran kami tidak. Keinsafan kami tidak. Cinta dan internalisasi ketuhanan kami tidak.     
                        
     Kami masih primitif dalam hal akhlak -subtansi utama ajaranmu.padahal kami tidak usah belajar soal akhlak, karena telah menjadi naluri manusia ; berbeda dengan saudara kami kaum jin yang ilmu tak usah belajar namun akhlak harus belajar. Akhlak kaum jin banyak yang lebih bagus dari kami.

      Sebab kami masih bisa menjual iman dengan harga beberapa ribu rupiah. Kami masih bisa menggadaikan islam seharga emblem nama dan segumpal kekuasaan. Kami bisa memperdagangkan nilai Tuhan seharga jabatan kecil yang masa berlakunya sangat sementara. Kami bisa memukul saudara kami sendiri, bisa menipu, meliciki,mencurangi, menindas dan menghisap, hanya untuk beberapa lembar uang.

    Padahal kami mengaku sebagai pengikutmu, ya Muhammad. Padahal engkau adalah pekerja amat keras dibanding kemalasann kami. Padahal engkau adalah negarawan agung dibandingkan ketikusan politik kami. Padahal engkau adalah ilmuwan ulung dibanding kepandaian semu kami. Padahal engkau adalah seniman anggun dibanding vulgarnya kebudayaan kami.

  Padahal engkau adalah pendekar mumpuni dibanding kepengecutan kami. Padahal engkau adalah strateg dahsyat dibanding berulang-ulangnya keterjebakan kami oleh sistem Abu Jahal kontemporer.

 Padahal engkau adalah mujjahid yang tak mengenal putus asa dibanding deretan kekalahan-kekalahan kami. Padahal engkau adalah pejuang yang sedemikian gagah perkasa terhadap godaan-godaan benda emas dibanding kekaguman tolol kami terhadap hal yang sama.

   Padahal engkau adalah moralis kelas utama dibanding kemunafikan kami. Padahal engkau adalah panglima kehidupan yang tak terbandingkan dibanding keprajuritan dan keserdaduan kepribadian kami. Padahal engkau adalah pembebas kemanusiaan.

    Padahal engkau adalah pembimbimg kemuliaan. Padahal engkau adalah penyelamat nilai kemanusiaan. Padahal engkau adalah organisator dan manajer yang penuh keunggulan dibanding ketidaktertataan keumatan kami.

   Padahal engkau adalah manusia yang sukses menjadi nabi dan nabi yang sukses menjadi manusia, dihadapan kami. Padahal Engkau adalah liberator budak-budak sementara kami adalah budak-budak yang tidak pernah merasa, menyadari, dan tidak pernah mengakui bahwa kami adalah budak-budak.

    Sementara kami adalah budak-budak - dalam sangat banyak konteks- yang sesudah berbincang tentang perbudakan, segera mencari kalimat-kalimat, retorika dan nada yang sedemikian indahnya sehingga bisa membuat kami tidak lagi dapat menyimpulkan bahwa kami adalah budak-budak.

    Di negeri kami ini, umatmu berjumlah terbanyak dari penduduknya. Di negeri ini, kami punya Muhammadiyah, punya NU, Persis, punya ulama-ulama dari MUI,ICMI, punya bank syariah, punya HMI, PMII, IMM, Ansor, Pemuda Muhammadiyah, IPM, PII, pesantren-pesantren, sekolah-sekolah, kelompok-kelompok studi islam intensif, yayasan-yayasan, mubalig-mubalig, budayawan dan seniman, cendekiawan, dan apasaja.

  Yang tak kami punya hanyalah kesediaan, keberanian dan kerelaan yang sungguh-sungguh untuk mengikuti jejakmu.
 © (EAN).
MONGGO DI SRUPUT TERUS MAS....KOPI SUSUNYA..(HJ)


                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar