Selasa, 03 Maret 2015

KYAI BEJO KYAI UNTUNG KYAI HOKI #3


R
AKYAT YANG diperhinakan oleh gaya kepemimpinan yang memakai merah darah mereka sebagai gincu. Rakyat yang dibodohi sehingga akhirnya tidak lagi mengenal kebodohan. Rakyat yang terus menerus dan terlalu lama dihina sehingga akhirnya benar-benar menjadi hina tanpa tersisa sedikitpun kesadaran dan pengetahuan bahwa mereka hina.

Jangankan membedakan mana kehinaan, mana kemuliaan didalam kompleksitas kehidupan berbangsa, sedangkan sekedar bermain sepak bola saja kalau kalah tak tahu kenapa kalah dan kalau menang, malah salah menemukan sebabnya kenapa kok bisa menang.

Visi, wawasan, ilmu, identifikasi dan pemetaan nilai-nilai dan realitas, telah menjadi suatu jenis seni rupa impressionis instans. Kehidupan intelektual yang menjadi muatan utama komunikasi dan informasi sudah mengalami pecahan-pecahan, pengepingan-pengepingan, syndrome of disconnected awareness. Bahkan dalam mengomentari pertandingan tinju, dalam satu ronde kita mengalami pergantian parameter sampai 4-5 kali, saking tidak mendasar dan tidak menentunya prinsip ilmu pertinjuan kita.

Bangsa yang sekaligus mengalami ketersesatan intelektual, politik, kultural, spiritual, bahkan ketersesatan teknis untuk soal-soal yang sangat sederhana. Mencari Tuhan, yang didatangi dukun. Mencari ulama, yang dikejar pedagang. Mencari orang pandai, yang di tunggu pelawak. Mencari soto enak, pergi ke tukang tambal ban. Mencari pemimpin, yang dijunjung bintang film. Mencari bintang, yang diburu meteor. Mencari tokoh, yang disongsong perampok. Plastik diwarnai keemasan, emas dijadikan ganjal almari. Nasi diperlakukan sebagai krupuk, terasi didewakan sebagai makanan utama.

Bangsa yang kehilangan parameter hampir disegala bidang. Bangsa yang memilih langsung presidennya namun tanpa melewati pijakan subtansi demokrasi. Bangsa yang ditenggelamkan oleh air bah informasi tiap hari namun semakin tidak mengerti apa yang seharusnya mereka mengerti. Bangsa yang sudah kehilangan ukuran apakah mereka maju atau mundur, apakah mereka sedang dihina ataukah dimuliakan, apakah mereka pandai atau bodoh. Apakah mereka menang atau kalah. Bangsa yang peta identifikasi dirinya makin terhapus, sebagai manusia, sebagai rakyat atau bangsa.

Bangsa yang -sesekali - menjalankan hukum, namun tanpa kesadaran dan hikmah hukum, tanpa kesanggupan untuk mengapresiasi nikmatnya berkebudayaan hukum. Bangsa yang sangat tampak secara wadag sedang menjalankan ajaran agama, namun hampir tidak terdapat pada perilakunya dialektika berpikir agama, tidak ada kausalitas mendasar antara input dan output nilai agama. Bahkan terdapat diskoneksi ekstrem antara praksis kehidupan beragama dengan hakikat Tuhan.

.******.


Yang paling beruntung dalam kehidupan sepanjang sejarah manusia adalah pemerintah Indonesia. Karena semakin hari rakyatnya semakin tidak paham apakah pemerintahnya berhasil atau gagal. Semakin tidak memiliki kepekaan dan sasmita apakah mereka dicintai atau tidak oleh pemerintahnya. Semakin kehilangan ukuran apakah dari pemerintahnya mereka sedang memperoleh kesetiaan dan semangat pengabdian, ataukah pengkhianatan dan proses-proses penghancuran.


Sungguh siapa saja yang duduk dalam struktur pemerintahan negeri ini adalah “kiai Bejo”, “kiai Untung” atau “Kiai Hoki”. Orang yang mendapatkan keuntungan meskipun tanpa bekerja. Salah satu pameo membuat rumus: orang bodoh kalah oleh orang pandai, orang pandai kalah oleh orang berkuasa, orang berkuasa kalah oleh orang kaya, orang kaya kalah oleh orang bejo.


Setiap pemerintah Indonesia tidak terlibat dalam konstelasi pameo itu, sebab mereka sekaligus pandai, berkuasa, kaya dan “bejo”.


.********.

Mungkin ini yang dimaksud Cak Nun... PRESIDEN BEJO ITU....
TERIMALAH INDONESIA.....MR. PRESIDEN PILIHAN KITA...










#KYAI_BEJO_KYAI_UNTUNG_KYAI_HOKI
#EAN

(HJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar