S
|
EPAK BOLA SEBAGAI OLAH RAGA utama
rakyat Indonesia, tergolong komponen garda depan pembangunan yang mestinya
merupakan pelopor globalisasi. Saya tidak main-main. Sepak bola melihat uang
milyaran rupiah, jutaan konsumen, fasilitas teknologi tinggi, halaman-halaman
khusus media masa, lapangan kerja, pola kreasi dan rekreasi khas masyarakat
industri, bahkan in herent dengan faktor-faktor industrial lain seperti
transportasi, stage and lighting system, dokter dan psikologi, hizib para kiai,
jopa-japi para dukun, dan seribu satu faktor lagi yang tak bisa disebut satu
persatu.
Kalau anda bicara globalisasi
berarti memperbincangkan peralihan kehidupan masyarakat dari pola budaya
tradisional agraris menuju pola modern industrial. Itulah substansi utama
globalisasi. Apakah anda menemukan perbedaan antara sepakbola agraris dengan
sepakbola industrial??
Kita
selalu menyebut bahwa sepakbola adalah olah raga rakyat. Itu artinya sepakbola
adalah bagian integral dari kebudayaan masyarakat. Dalam sepak bola tradsional
agraris, para pemain mengandalkan bakat alam, intuisi, insting dalam dimensinya
yang paling natural. Cara pengelolaan persepakbolaan juga lebih
berupa paguyuban, kurang mengenal managemen keorganisasian modern profesional, tak
ada division of labour yang ketat, belum bussines oriented. Target-target
persepakbolaannya juga belum menomorsatukan prestasi, melainkan fungsi
partisipatorisnya dalam kehidupan masyarakat : persahabatan, keakraban, meskipun
kadang-kadang diungkapkan dalam bentuk tawuran.
Kita
sebut aja ia sepak bola kultural. Seolah-olah kesenian hidup yang diasyiki
seperti ludruk, ketoprak, terbangan dan hadrah serta pada sebagaian
masyarakat juga teplek dan main dadu.
Kemudian
anda tidak bisa mempertahankan pola itu ketika secara serentak kita bersepakat
untuk berangkat modern. Tatanan masyarakat telah berubah. Perhatian manusia juga
mulai lebih ekonomistis.
Ketrampilan
kaki seorang pemain bola adalah faktor produktif dan dunia persepakbolaan itu
sendiri adalah pasar dan lahan konglomerasi. Jutaan pecandu sepak bola harus
juga menyadari dan membeli tiket, bahwa posisi industrial sepak bola pararel
dengan musik rock, dangdut atau bentuk
showbiz yang lain. Dengan kata lain, pada masyarakat tradisional agraris,
subtansi persepakbolan adalah nilai budaya, sedangkan pada masyarakat modern
industrial, subtansinya adalah nilai ekonomi.
Akan
tetapi, masyarakat kontemporer Indonesia adalah masyarakat
transisional. Masyarakat yang sedang beralih : sebelah kakinya mulai berpijak di
"masa kini", sementara kaki yang lainnya masih mengasyiki "masa silam". Dan
berhubung proses transformasi persepakbolaan kita tampaknya tidak
sungguh-sungguh disadari, maka kondisi berpijaknya juga masih rancu, overlap
disana-sini. (bersambung).
©[EAN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar