Rabu, 11 Maret 2015

Pojok Cak Nun : JEJAK TINJU PAK KIAI


A
NDAIKAN PUN DI SELURUH Indonesia tak ada lagi koruptor di segala level dan lini, tak ada kejahatan, keserakahan, maksiat atau segala macam nilai kacau lainnya : tidak serta merta lantas bangsa kita akan menjadi selamat atau apalagi mengalami kemajuan.

          Baik buruk, jahat tidak jahat bukan satu satunya faktor penentu nasib manusia. Dimensi dasar nilai hidup manusia adalah baik dan buruk, benar dan salah, indah dan tidak indah. Sebenarnya belum cukup. Masih ada dimensi mendasar lainnya, belum variabel-variabel dan detailnya.

ADA RATUSAN TERMINOLOGI

  Ada orang mengucapkan sesuatu dan melakukannya. Ada orang mengucapkan tetapi tak melakukan. Ada orang yang melakukan tetapi tak mengucapkan. Ada yang tak mengucapkan dan tak melakukan ...... 
Dengan berbagai variabelnya.

     Ada orang yang tahu sedikit tentang sedikit hal. Ada orang yang tahu banyak hal tentang sedikit hal. Ada orang tahu sedikit hal tentang banyak hal. Ada yang tahu banyak tentang banyak hal...... 
Dengan berbagai variabelnya.

      Ada orang mengkritik dan memberi jalan keluar. Ada orang mengkritik tetapi tak bisa memberi jalan keluar.  Ada orang yang memberi jalan keluar tanpa mengkritik. Ada orang yang tidak mengkritik dan tidak memberi jalan keluar......
Dengan berbagai variabelnya.

       Ada orang berjuang, berteriak-teriak dan melaksanakan perjuangannya. Ada orang berjuang, tidak berteriak tetapi mewujudkan perjuangannya. Ada orang berjuang dan tidak sibuk mengumumkan di koran bahwa ia berjuang, karena teriakan menganggu strategi perjuangannya. Ada orang berteriak-teriak tetapi tidak berjuang. Ada orang yang tidak berteriak-teriak dan  tidak berjuang.... 
Dengan segala variabelnya.

                Ada orang yang mengerti dan mengerti bahwa ia mengerti. Ada orang mengerti tetapi tidak mengerti bahwa ia mengerti. Ada orang yang tidak mengerti tetapi mengerti bahwa ia tidak mengerti. Ada orang yang tidak mengerti dan tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti...... 
Dengan segala variabelnya.

           Ada orang yang berdagang dan memusatkan diri pada pelayanan terhadap pelanggannya. Ada orang berdagang sibuk pada apa maunya dia terhadap pelanggan sehingga lupa apa maunya pelanggan. Ada pedagang yang tidak peduli-peduli amat pada kemauan pelanggan dan tidak konsentrasi pada apa maunya dia sendiri dalam berdagang..... 
Dengan segala variabelnya.

       Ada orang perang dengan berbekal semangat dan keyakinan untuk menang, dengan menghitung cuaca, medan dan musuh. Ada orang perang sangat teliti menyelidiki kekuatan cuaca, medan dan musuh sehingga tidak sempat menghitung kekuatan dan kelemahannya sendiri. Ada orang perang sibuk membanggakan kehebatannya sehingga merasa tidak perlu memperhitungkan lawan. Ada orang perang yang atas musuh tak berhitung dan atas dirinya sendiri juga tak terhitung....dengan segala variabelnya.

          Ada orang yang sangat khusyuk dengan prinsip dan idealismenya dan sangat sungguh-sungguh memikirkan strategi terapan prinsipnya. Ada orang yang total pegang prinsip sampai tak punya energi dan waktu untuk memikirkan bagaimana menerapkannya. Ada orang yang habis usianya untuk tata kelola dan tata serapan sampai tidak ada prinsip yang tersisa didalam dirinya. Ada orang yang tidak perduli pada prinsip dan tak sungguh-sungguh melaksanakan apapun.... 
Dengan segala variabelnya.

         Ada seorang kiai nonton tinju bersama santri-santrinya pada suatu minggu pagi bulan Maret tahun 1974. George Foreman melawan Muhammad Ali di Kinshansha. Pak Kiai bersemangat dan bersorak sorai terus menerus sampai terdengar ke seluruh asrama santri di pesantrennya. Sebaliknya, para santri hampir tidak ada suaranya, dan nampak bingung air muka mereka.

         Setiap kali Muhammad Ali ditonjok, Pak Kiai bersorak. Para santri tidak berani meng-counter meskipun hati mereka ikut sakit hati melebihi sakitnya Muhammad Ali ditonjokin Foreman. Ali (32 tahun) menantang juara dunia Foreman (24). Mulai ronde ke-3 Ali sudah lari ke pojok ring terus dan memang tak diberi peluang oleh Foreman untuk sedetik saja tak terpojok. Ali minta tolong sama tali ring untuk bergelayutan dengan punggungnya menghindari pukulan-pukulan Foreman.

        Para santri rasanya tidak ridha dunia akherat melihat dan mendengar Pak Kiai bersorak-sorak terus setiap kali Ali diberondong pukulan. Sampai akhirnya tiba menit kedua ronde ke-8, Ali balas memukul, akumulasi jab,straight dan hook. Foreman munting, terputar badannya dan tergeletak TKO. Badannya masih belum habis benar, tapi mental dan hatinya KO duluan karena tak menyangka Ali yang tua mampu menjatuhkannya.

       Para santri tak bisa menahan diri lagi. Begitu Foreman ngglimpang, mereka berteriak-teriak sangat keras. Sebaliknya Pak Kiai langsung pingsan,  karena dua perkara. Pertama, karena Foreman tumbang. Kedua, karena pekik kegembiraan para santri.

          Sejumlah santri panik dan menjunjung tubuh Pak Kiai, mencoba menyadarkannya.
          Salah seorang santri nyeletuk : "Kenapa sih Pak Kiai mbelain Foreman?"
        Santri lain menjawab:,"Lho tidak. Pak Kiai sangat fanatik dan cinta sama Ali. Cuma dia sangka yang Foreman itulah Ali.....".

        Kisah ini diperuntukan bagi siapa saja, aktivis, intelektual, pahlawan, pejuang,DPR, pemerintah, LSM, ulama, dan siapa saja : Mohon jangan ikuti jejak Pak Kiai itu.
© [EAN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar