Kamis, 12 Maret 2015

Pojok Cak Nun : DEMOKRASI DAN "EGOMANIA"


S
aya menduga keras bahwa secara ilmu bahasa, istilah "egomania"tampaknya tak bisa dibenarkan. Tetapi saya tidak sanggup menjumpai idiom lain untuk mewakili apa yang hendak saya jelaskan.

     Egomania adalah suatu kondisi mentalitas dimana "kosmos kepribadian "seseorang hampir seluruhnya diisi oleh hanya dirinya sendiri. "Dirinya sendiri" itu mungkin lebih gamblang kalau saya sebut ego pribadi, atau bahasa umum menyebutnya"interest pribadi". Idiom yang saya gunakan itu memakai kata "mania" untukmenerangkan kadar kepenuhan interes pribadi itu di setiap  perilaku "sosial"nya,sesungguhnya merupakan aktivitas pribadi. Dengan kata lain : seluruh dunia ini, orang lain, lingkungan, fasilitas-fasilitas kehidupan, hanyalah "bagian" dari egonya.

   Anda boleh membayangkan jika- misalnya- negara, partai politik, lembaga-lembaga sosial, rakyat, tanah, hasil bumi, atau lebih eksplisit lagi : institusi ikadin atau AAI. Partai Golkar, yang saat ini berkonflik,  hanya lah bagian dari egoisme atau interest pribadi-pribadi.

    Sesungguhnya anda boleh percaya bahwa hal demikiam sudah merupakan pemandangan lumrah di sekitar kita.  "Pancasila", "islam", "kesatuan dan persatuan", "manusia Indonesia seutuhnya", "konstitusi", atau apapun, amat sering diucapkan tidak sebagai idiom-idiom itu sendiri, melainkan sebagai alat dari proyek interes-interes pribadi. Pancasila seringkali hanyalah berfungsi instrumental, sedangkan yang substansial adalah "egomania".

    Sesungguhnya pula, jika anda memasuki hakikat realitas dunia perpolitikan -dalam konteks sempitnya maupun konteks luasnya- pandangan mata anda Insya Allah akan bergelimangan "egomania". Lantas anda akan juga merasa tergetar apabila menyaksikan betapa batu cadas "egomania" itu dikonstrusikan dengan pilar-pila rkekuasaan politik, fundamental-fundamental beton persenjataan serta dinding-dinding tebal kulturalisme dan "birokratisme".

       Jika sebuah komunitas atau setidaknya sebuah organisasi, mengalami keretakan : anda silahkan bersangka baik bahwa itulah mekanisme demokrasi. Itulah potret pluralitas dimana perbedaan pendapat dan kehendak boleh dipanggungkan.
Akan tetap jika kemudian anda menjumpai bahwa itu bukanlah perbedaan pendapat tentang kebenaran, melainkan benturan kepentingan-kepentingan "egomania", persilahkanlah hati nurani anda menitikan air mata.

     Apalagi jika cara berbeda yang dipakai oleh kaum intelektual, priyayi modern, pengemban prinsip hukum, serta teladan bagi jutaan rakyat yang selalu dituduh "buta hukum"- persis dengan cara para korak atau gali membenturkan perbedaan.

            Kita adalah manusia modern yang tak tahu diri

©[EAN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar